San Siro di Ujung Keputusan: Jual Lahan atau Jadi Cagar Budaya Sabasport

Reecehalseynorth – Dewan Kota Milan Sabasport akan menggelar pemungutan suara pada Senin mendatang terkait rencana penjualan lahan di sekitar Stadion San Siro kepada AC Milan dan Inter. Keputusan ini sangat krusial, sebab bila tidak tercapai sebelum 30 September, stadion legendaris itu akan resmi masuk kategori bangunan bersejarah, sehingga mustahil untuk dibongkar.
Rapat dewan kota yang berlangsung hari ini berjalan panas dan berakhir tanpa kesepakatan. Perdebatan berfokus pada apakah tanah di area stadion layak dijual ke kedua klub untuk mewujudkan proyek stadion baru.
Baik Inter maupun Milan mengusulkan membeli lahan parkir yang ada guna membangun stadion modern, lalu merobohkan San Siro setelah proyek selesai. Tetapi, aturan pelestarian mengancam rencana itu: mulai November, lantai dua stadion akan cukup tua untuk dilindungi undang-undang cagar budaya, sehingga pembongkaran akan dilarang.
Sejumlah politisi menentang gagasan penjualan karena menilai kepemilikan klub—yang kini dikuasai investor Amerika—berpotensi membuka celah spekulasi lahan. Ada pula pihak yang menuntut agar San Siro dipertahankan lewat renovasi, meski Milan dan Inter menilai perbaikan tidak realistis dan justru membebani biaya.
Ketegangan rapat bahkan diwarnai aksi teatrikal, seperti seorang anggota dewan yang memberikan lem kepada Wali Kota Beppe Sala, menyindir bahwa ia “melekat” di kursinya.
Namun, satu keputusan sudah jelas: usulan untuk menunda pertemuan kembali ditolak dengan suara 26 berbanding 20. Artinya, Senin depan akan jadi penentuan: apakah klub mendapat lampu hijau untuk maju dengan proyek barunya, atau terpaksa memulai dari awal.
Sementara keputusan politik ditunggu, Inter fokus menatap laga Serie A kontra Cagliari, sedangkan AC Milan bersiap menjamu Napoli pada 29 September dini hari.
Revolusi San Siro: Model Keamanan Baru untuk Sepak Bola Italia
Di balik kontroversi masa depan bangunan, San Siro juga jadi panggung transformasi besar. Inter dan Milan meluncurkan program pembersihan radikal terhadap pengaruh kelompok ultras, kejahatan terorganisir, serta praktik abu-abu yang selama puluhan tahun dibiarkan hidup di tribun.
Langkah ini dirancang matang dengan koordinasi bersama kepolisian dan kejaksaan Milan. Salah satu kebijakan tegas adalah mencabut hak ratusan penggemar untuk memperbarui tiket musiman mereka. Pesan yang ingin ditegaskan: tidak ada lagi “status kebal hukum” di stadion.
Baca Juga : Gaji Lamine Yamal yang Fantastis dalam Rupiah Sabasport
Daftar hitam tersebut bukan keputusan sepihak, melainkan berangkat dari penyelidikan kasus “Doppia Curva”, yang membongkar aktivitas kriminal tokoh-tokoh ultras Inter dan Milan. Beberapa bahkan sudah diganjar hukuman penjara hingga 10 tahun. Bahkan, Beretta—mantan pemimpin ultras Inter—ikut memberi informasi penting untuk memperluas daftar nama.
Untuk pertama kalinya, Inter, Milan, dan Serie A diakui sebagai pihak yang dirugikan atas tindakan ekstremis penggemar mereka sendiri. Hal ini memberi dasar hukum untuk menuntut kompensasi perdata, sekaligus menunjukkan bahwa klub benar-benar ingin memutus hubungan dengan kelompok perusak citra sepak bola.
Tak berhenti di San Siro, proyek ini diproyeksikan jadi model nasional. Regulasi baru seperti larangan alih tiket dan penggunaan teknologi pengenalan wajah akan diterapkan secara luas. Jika berhasil, metode ini bisa jadi standar pembersihan stadion lain di seluruh Italia.
Meski begitu, aturan keras saja tidak cukup. Dibutuhkan perubahan budaya: pemain tak lagi “wajib” meminta maaf di bawah Curva, komentator harus berhenti menganggap absennya ultras sebagai alasan kegagalan tim. Selama pola pikir lama dibiarkan, ekstremisme akan terus berakar.
Kini, pilihan ada di tangan klub dan Serie A Sabasport: berani bersih total, atau kehilangan momentum sekali lagi.